BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Laman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Debu Vulkanik Gunung Berapi Berbahaya



Dalam beberapa minggu terakhir masyarakat yang tinggal di sekitar lereng Gunung Merapi diminta untuk selalu waspada. Sebab gunung berapi yang masuk kategori paling aktif di dunia itu menunjukkan aktivitas yang terus meningkat. Jika sampai meletus maka akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut bumi. Gas dan debu ini tidak hanya berbahaya bagi jalur transportasi, tapi juga kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung. Gangguan kesehatan tersebut di antaranya infeksi saluran pada pernapasan, gatal di kulit, hingga gangguan mata.
Suhu debu vulkanik ini bisa mencapai hampir 800-1.500 derajat celsius. Ada pula gas berbahaya yang bila terkena manusia dapat mengakibatkan kebutaan, kulit rusak kronis, dan gangguan pada sistem paru-paru. Sedangkan bila naik ke angkasa maka awan panas akan terbentuk dan menyebabkan hujan asam (airnya menjadi asam karena kandungan abu dan gas vulkanik). Jenis hujan ini juga sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan lingkungan. Kandungan racunnya dapat menurunkan kesuburan tanah dan kematian bagi hewan. Munculnya abu dan gas vulkanik itu bermula dari tekanan magma yang berada di perut gunung berapi.
Debu-debu vulkanik dari gunung berapi memiliki ukuran yang sangat kecil yakni kurang dari 10 mikron. Sehingga jika gunung meletus maka debu-debunya akan beterbangan hingga radius puluhan kilometer, dan sangat mungkin terhirup dan membahayakan kesehatan. Menurut dr Djoko S Sindhusakti SpTHT-KL(K), MBA, MARS, MSi, spesialis THT RSUI Kustati Surakarta, debu yang dikeluarkan oleh gunung meletus biasanya mengandung mineral kuarsa, kristobalit, atau tridimit. Mineral ini adalah kristal silika bebas yang diketahui dapat menyebabkan silicosis, yakni berdampak fatal terhadap paru-paru.
“Dalam debu vulkanik mengandung banyak alergen (pemicu alergi) seperti silicat, arsen, fosfor, dan ion-ion logam lainnya. Kandungan tersebut bagi orang yang menderita alergi akan memicu kekambuhan alergi apabila terkena kontak di kulit atau melalui hirupan,” terangnya saat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu. Sedangkan gas yang timbul akibat gunung meletus adalah uap air (H2O), diikuti oleh karbon dioksida (CO2), dan belerang dioksida (SO2). Selain itu ada juga gas-gas lain dalam jumlah kecil seperti hidrogen sulfida (H2S), hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), hidrogen klorida (HCl), hidrogen fluorida (HF), dan helium (He).
Efek Kesehatan
Gas-gas ini pada konsentrasi tertentu bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, bronkitis atau bronchopneumonia, mengganggu selaput lendir dan saluran pernapasan, iritasi kulit serta bisa juga mempengaruhi gigi dan tulang. Djoko menambahkan, orang-orang yang terkena debu dari letusan gunung berapi ini biasanya mengalami keluhan pada mata, hidung, kulit, dan gejala sakit pada tenggorokannya. Efek kesehatan ini bisa akibat paparan jangka pendek ataupun jangka panjang.
“Sebaiknya jika mulai hujan abu, masyarakat di sekitar gunung berapi seharusnya segera mengungsi untuk menghindari dampak yang lebih berbahaya lagi. Tapi jika masih ingin bertahan sebaiknya mengetahui cara-cara pencegahan terpapar debu vulkanik,” tambahnya.
Djoko melanjutkan, efek yang timbul akibat debu vulkanik karena hirupan biasanya adalah batuk, pilek, bersin berkali-kali, hidung buntu, sesak napas, mengi, atau iritasi pada jalur pernapasan. “Potensi gangguan pernapasan yang mungkin timbul dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seperti konsentrasi partikel di udara, ukuran partikel tersebut dalam debu, frekuensi dan lamanya paparan, kondisi meteorologi, serta kondisi kesehatan dari setiap warga,” terangnya.
Sedangkan jika debu vulkanik kontak dengan kulit bisa menyebabkan gatal-gatal dan kulit memerah dan iritasi. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh kualitas air yang sudah tercemar debu vulkanik. Sedangkan jika debu masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan atau minuman maka menyebabkan diare, mual, mulas, hingga sakit perut.
Sementara gangguan pada mata karena abu vulkanik biasanya akan mengalami ketidaknyamanan atau iritasi mata. Umumnya gejala yang timbul adalah merasa seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet, atau terdapat goresan. Djoko mengingatkan, untuk mencegah efek kesehatan yang lebih parah, masyarakat bisa melakukan langkah pencegahan. Misalnya, untuk mencegah terkena debu vulkanik lewat inhalan (hirup), maka sebaiknya jangan keluar rumah saat terjadi hujan debu. Atau selalu memakai masker, kacamata, topi ketika melakukan aktivitas di luar rumah. Hal ini untuk menghindari paparan debu hujan abu atau tebaran debu akibat kendaraan. (Ikrob Didik Irawan)

Jumat, 29 Oktober 2010

Metromini Penyebab Pencemaran Udara Terbesar Di Jakarta

Selasa, 18 Januari 2005 | 07:16 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Tingginya tingkat pencemaran udara di Jakarta tidak lain disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkutan umum yang menggunakan bahan bakar solar.

“60 persen pencemaran udara di Jakarta disebabkan karena benda yang bergerak atau transportasi umum, terutama karena mereka memakai bahan bakar solar, ” kata Senior Program Officer Clean Air Project (Swisscontact), Paul Butar-Butar saat pertemuan dengan Komisi D DPRD DKI di ruang rapat komisi D, Jakarta, Senin (17/1).

Paul menyatakan, 94 persen penyakit pernafasan yang diderita oleh masyarakat Jakarta disebabkan oleh pencemaran udara luar ruang. Seperti yang disebabkan oleh asap dari angkutan umum, misalnya metromini yang menggunakan bahan bakar solar.

Sedangkan 30 persen penyakit pernafasan, disebabkan oleh pencemaran dalam ruang seperti adanya asap rokok di ruang yang menggunakan AC.

Paul menilai, uji emisi yang telah diluncurkan sejak 2002, yang telah dirintis oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bekerjasama dengan berbagai LSM tidak menghasilkan dampak yang signifikan. Karena masih banyaknya kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan tidak layak jalan.

“Dari hasil survei karbonmonoksida (CO2), 50 persen kendaraan yang ada itu tidak lolos uji emisi. Kadar CO2 mereka berada di atas ambang batas (500), ” jelas Paul.

Mengingat kondisi udara Jakarta yang semakin mengkhawatirkan, Paul berharap agar pemerintah segera menetapkan kebijakan khusus yang mengatur hal tersebut, khususnya sanksi yang tegas dan lebih berat.

Denda maksimal Rp 5 juta dan hukuman pidana kurungan paling lama 6 bulan dinilai terlalu ringan bagi pelanggar pencemaran udara.

Seharusnya, kata Paul, dasar acuan penetapan sanksi berdasar pada UU No. 32 tahun 2004 yang menetapkan denda sebanyak-banyaknya Rp 50 juta.

Anggota komisi D dari Fraksi Partai Demokrat, Denny Taloga sependapat dengan Paul. Menurut Denny, pemerintah saat ini harus bisa melakukan tindakan yang tegas terhadap pada pelanggar pencemaran udara. “Denda itu terlalu kecil, seharusnya Rp 50 juta bukan Rp 5 juta,” kata Denny.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzy Bowo, dalam rapat paripurna DPRD, menyatakan setuju besaran denda yang disampaikan oleh beberapa fraksi beberapa waktu lalu. Yaitu dengan mengacu pada UU No. 32 tahun 2004 yang menetapkan denda sebanyak-banyaknya Rp 50 juta dan pidana kurungan paling lama 6 bulan.

Untuk mengurangi pencemaran udara yang diakibatkan oleh angkutan umum, pihaknya juga kan menggalang aksi pemasyarakatan pemakaian Bahan Bakar Gas (BBG).
“Sebagai langkah awal, pemasyarakatan BBG ini akan diberlakukan pada berbagai kendaraan dinas operasional instansi pemerintah maupun BUMD, ” kata Fauzy.

Merapi Kembali Semburkan Awan Panas

Jum'at, 29 Oktober 2010 - 13:59 wib
Muhammad Saifullah - Okezone
JAKARTA- Peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Merapi kembali terjadi siang ini. Hal itu ditandai dengan kenaikan intensitas guguran lava serta keluarnya awan panas.

“Arahnya ke Kali Bendo,” ujar Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandrio kepada okezone di Jakarta, Jumat (29/10/2010).

Dengan kondisi seperti di atas, maka status Gunung Merapi tetap berada pada level Awas. Sehingga erupsi lanjutan diperkirakan masih berpotensi terjadi lagi.

Seperti diketahui, pada dini hari tadi, awan panas atau biasa dikenal dengan Wedhus Gembel terus turun dari puncak Gunung Merapi. Sejak pukul 00.00 WIB, setidaknya tercatat sudah dua kali Wedhus Gembel turun.

Berdasarkan data dari BPPTK Yogyakarta, Wedhus Gembel juga sempat turun pada pukul 06.10 WIB dan pukul 08.41 WIB. Pada pukul 06.10 WIB Wedhus Gembel turun selama tiga menit dan pukul 08.10 WIB, turun selama 10 menit.

Saat kedua Wedus Gembel tersebut turun diperkirakan menuju Kali Gendol. Namun petugas tidak bisa melihat dengan jelas karena kabut tebal di badan Gunung Merapi.

Sementara itu, status kewaspadaan Merapi terus ditingkatkan karena titik api sudah terlihat sejak semalam. Petugas juga belum bisa memastikan apakah kubah lava sudah terbentuk atau belum karena pandangan visual tidak bisa dilakukan.

Sekadar informasi, sejak Jumat dini hari setidaknya telah terjadi guguran lava sebanyak 87 kali, multifase 53 kali, gempa dalam 1 kali, dan gempa dangkal 15 kali.